Berbagi Jawaban Dalam Debat Paslon_ Ocit Abdurrosyid Siddiq
*Berbagi Jawaban Dalam Debat Paslon*
Ocit Abdurrosyid Siddiq
_Penulis adalah Pegiat Demokrasi dan Pemilu_
Salah satu tahapan dalam Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada adalah adanya kampanye yang bisa digunakan oleh para pasangan calon Kepala Daerah untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya kepada publik.
Kampanye bisa dilakukan dengan beragam cara. Mulai dengan cara pemasangan Alat Peraga Kampanye atau APK, penyebaran Bahan Kampanye atau BK, pertemuan tatap muka, penayangan iklan di media cetak dan elektronik, serta dengan cara debat terbuka.
Kampanye dengan cara debat terbuka yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU ini, diselenggarakan sebanyak 3 kali. Para pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberikan kesempatan untuk menyampaikan ide gagasannya secara langsung kepada publik.
Dengan cara debat yang digelar secara terbuka ini, publik dapat mengetahui dan menakar kemampuan, kompetensi, dan penguasaan para pasangan calon atas satu hal. Degan cara ini juga, publik bisa tahu bagaimana karakteristik para peserta debat.
Debat pasangan calon biasanya digelar di satu tempat yang dihadiri oleh para pendukung masing-masing pasangan calon. Sebagai cara agar jalannya debat juga bisa diikuti oleh publik, KPU menyiarkannya lewat stasiun televisi dan kanal platform YouTube.
Masyarakat yang tidak berkesempatan hadir secara langsung di lokasi acara, masih bisa menyimaknya secara live lewat stasiun televisi atau jaringan internet di lokasi lain. Seperti di rumah, di kantor, di kafe, bahkan dalam perjalanan.
Biasanya, jalannya debat diatur oleh seorang atau dua orang moderator untuk mengatur lalu lintas perdebatan. Acara debat dibagi menjadi beberapa sesi. Mulai dari sesi pemaparan visi dan misi, sesi menjawab pertanyaan moderator, dan sesi tanya-jawab antar pasangan calon.
KPU di beberapa daerah mengemas acara debat ini secara berbeda-beda. Ada yang berdebat antar pasangan calon dengan menghadirkan keduanya, yaitu calon Kepala Daerah dan Wakil. Ada juga yang hanya dihadiri secara masing-masing. Misalnya debat hanya antar calon Gubernur, tanpa menyertakan calon Wakil Gubernur.
Atau debat hanya antar calon Bupati, antar calon Walikota, tanpa menyertakan calon Wakil. Atau sebaliknya. Debat hanya antar calon Wakil Gubernur, tanpa menyertakan Wakil. Dan debat antar calon Wakil Bupati atau calon Wakil Walikota, tanpa menyertakan calon Bupati atau calon Walikota.
KPU bisa mengambil tindakan tegas apabila peserta tidak mematuhi mekanisme debat. Seperti halnya yang terjadi dalam acara debat calon Wakil Bupati Bojonegoro Jawa Timur yang sempat viral beberapa waktu lalu. Saat itu, debat untuk para calon Wakil Bupati “diterabas” oleh salah satu calon Bupati tertentu. Debat kemudian menjadi ricuh dan terpaksa dihentikan.
Moderator akan memulai jalannya debat dengan memberikan kesempatan kepada para pasangan calon untuk menyampaikan visi dan misi dalam waktu tertentu. Biasanya paling lama hanya sekitar 3 menit. Kesempatan ini biasanya digunakan oleh pasangan calon untuk menyampaikan visi dan misi yang telah baku dalam bentuk tertulis.
Sesi kedua, moderator akan menyampaikan pertanyaan kepada masing-masing pasangan calon. Isi pertanyaan yang sebelumnya telah dirumuskan oleh tim panelis yang terdiri dari akademisi, praktisi, profesional, dan tokoh masyarakat ini bersifat rahasia. Dalam bahasa moderator, “masih disegel”.
Kerahasiaan ini penting dijaga agar tidak ada tudingan adanya pertanyaan yang dibocorkan sebelumnya kepada para pasangan calon. Makanya, sebagai bukti bahwa tidak ada rekayasa pertanyaan apa dan ditujukan kepada siapa, kita menyaksikan adegan para panelis yang mengambil tema yang dikocok dengan abjad. Dengan begitu membuktikan bahwa tidak ada pengaturan isi pertanyaan.
Sesi berikutnya merupakan kesempatan bagi masing-masing pasangan calon untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada lawan debatnya. Tapi tetap lewat pengaturan moderator. Lawan debat diberikan kesempatan untuk menyampaikan jawaban. Berikutnya, penanya diberikan kesempatan juga untuk menanggapi jawaban lawan debat.
Pada bagian akhir, moderator mempersilakan seluruh peserta debat untuk menyampaikan kalimat penutup. Biasanya, kesempatan ini digunakan oleh peserta debat dengan mengajak yang hadir, penonton, dan pemirsa di lokasi lain untuk memilihnya, dengan cara menyebutkan nama pasangan calon dan nomor urutnya.
Dalam debat yang dihadiri oleh pasangan calon, baik calon Gubernur dengan Wakil, Bupati dengan Wakil, dan Walikota dengan Wakil, kadang moderator memberikan kesempatan untuk pasangan calon memberikan jawaban secara bergantian. Artinya, jawaban tidak hanya dilakukan oleh calon Gubernur, calon Bupati, atau calon Walikota saja.
Bila oleh mereka dipandang bahwa wakilnya mumpuni untuk menyampaikan jawaban, biasanya mereka memberikan kesempatan kepada wakilnya untuk membantu menyampaikan jawaban. Pada point inilah sesungguhnya yang bisa menarik perhatian publik.
Tak jarang, ketika sedang debat, ada seorang calon Kepala Daerah yang saat ditanya oleh moderator, menyampaikan jawaban hanya beberapa saat dan selebihnya mempersilakan wakilnya untuk turut menyampaikan jawaban.
Cara ini, bagi sebagian masyarakat bisa dimaknai sebagai bentuk ketidak-mampuan sang calon dalam menguasai pertanyaan yang disampaikan. Alih-alih bermaksud baik dengan berbagi waktu dan kesempatan kepada wakilnya untuk tampil dan mendapat panggung, malah bisa terkesan justru yang bersangkutan tidak menguasai dan tidak memiliki kemampuan untuk menjawab.
Cara ini bisa membuat penonton kurang sreg. _“Ditanya gitu doang malah minta bantuan ke wakilnya”._ Atau bisa juga sebaliknya. Ketika para wakil ditanya dan hanya menyampaikan jawaban beberapa saat lalu menyilakan pasangannya untuk menjawab, juga bisa membuat penonton _“ceneh, camplang, dan hambar”._
Karenanya, ketika pertanyaan ditujukan kepada calon Gubernur, Bupati, atau Walikota, sebaiknya dijawab secara utuh oleh yang bersangkutan tanpa menyertainya dengan menyilakan pasangannya untuk turut menjawab. Lagian, waktu yang begitu singkat hanya sekitar 90 detik saja, masa sampai kehabisan bahan jawaban!
Dengan cara menjawab yang seolah diborong sendiri itu, yang bersangkutan punya kesempatan menyampaikan jawaban terbaik secara utuh dan komprehensif. Dengan jawaban yang singkat, padat, namun utuh dan komprehensif itu, diharapkan penonton mendapatkan pengetahuan dan pemahaman baru yang baik dan tepat.
Sebaliknya, dengan menyilakan sang wakil untuk turut menjawab, bisa diartikan bahwa yang bersangkutan tidak mampu menjawab. Hal ini akan mengurangi rasa kepercayaan masyarakat bahwa yang bersangkutan merupakan seorang yang mumpuni dan layak untuk dipilih dan menjadi calon pemimpinnya.
Intinya, atas sebuah pertanyaan yang sekiranya mampu dijawab dengan baik oleh sendiri, cukup jawab oleh sendiri hingga tuntas. Dengan begitu, pemirsa akan mendapatkan penjelasan yang utuh dan komprehensif. Tak perlu berbagi jawaban dengan pasangan. Karena niat baik itu malah akan menuai bumerang.
Jangan sampai seperti seorang calon Kepala Daerah ketika sebelum debat mengatakan bahwa _“Mana bisa saya menyampaikan ide dan gagasan saya secara utuh bila dibatasi beberapa menit saja”._ Tapi saat berdebat, ketika moderator memberitahu bahwa _“Masih ada waktu bagi anda. Apakah sudah cukup?”._ Lalu menukasnya dengan _“Sudah cukup!”._ Halah! _Ari tadi ngomong kitu, kiwari ngomong kieu!_
***