BMKG Perkuat Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya
PORNUS, BALI | Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus memperkuat Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya Geo-Hidrometeorologi yang telah beroperasi sejak tahun 2008, khususnya untuk Peringatan Dini Tsunami dan Cuaca Ekstrem ataupun Badai Tropis.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut sistem tersebut terus dikembangkan dan diperkuat dengan super komputer, kecerdasan artifisial (artificial intelegent), internet of things dan big data, serta diiringi program pengembangan SDM unggul berkelas dunia.
"Hal ini dilakukan agar sistem informasi yang dihasilkan BMKG jauh lebih handal, dan Peringatan Dini yang disebarluaskan jauh lebih cepat, tepat, akurat dan luas jangkauannya," ungkap Dwikorita disela acara peletakan batu pertama pembangunan Gedung Multi Hazard Early Warning System atau Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya di Bali, Jum'at (1/2/2024).
Dwikorita menyampaikan, mulai tahun 2022, melalui Project Indonesia Disaster Resilience Innitiative (IDRIP) yang didanai oleh World Bank, BMKG menargetkan di tahun 2026 Peringatan Dini Tsunami dapat disebarluaskan dalam waktu tiga menit setelah terjadi gempabumi. Sedangkan peringatan dini cuaca ekstrem ditargetkan dapat disebarluaskan dalam waktu sepekan, tiga hari hingga tiga jam sebelum kejadian. Sementara peringatan dini anomali Iklim disebarluaskan dalam waktu enam bulan sebelum kejadian, dengan akurasi 90%.
Khusus sistem peringatan dini gempabumi dan tsunami, lanjut Dwikorita, BMKG terus merapatkan jaringan sensor-sensor pendeteksian gempabumi, membangun prototype Sistem Peringatan Dini Gempabumi, membangun Sistem Processing Gempabumi dan Pemodelan Tsunami Merah Putih yang diperkuat dengan AI, IOT, BIG Data dan super komputer.
Sebagai informasi, sebelumnya Dwikorita Karnawati juga melakukan peletakan batu pertama pembangunan Gedung Pusat Multi Hazard Early Warning System di Kompleks Kantor BMKG di Kemayoran, Jakarta.
Sarana gedung yang dibangun tersebut merupakan pusat peringatan dini multi-bahaya geo-hidrometeorologi, yang meliputi Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS), Indonesia Meteorology Early Warning System (InaMEWS), Indonesia Climate Early Warning System (InaCEWS) dan Indonesia Earthquake Early Warning System (InaEEWS).
Gedung tersebut direncanakan beroperasional penuh pada tahun 2026 mendatang. Nantinya, gedung tersebut akan beroperasi penuh selama 24 Jam 7 Hari. Gedung Multi Hazard Early Warning System, baik yang keberadaanya di Bali maupun Jakarta, dalam pembangunannya, kata Dwikorita, menerapkan teknologi khusus untuk bangunan tahan gempa serta dipasang Base Isolator di atas fondasinya.
"Pembangunan gedung beserta sistemnya ini, baik yang di Kemayoran Jakarta dan Denpasar Bali, untuk menjawab tantangan planet Bumi yang semakin kompleks. Terlebih, frekuensi, durasi, dan intensitas kejadian bencana terus meningkat signifikan dari tahun ke tahun," imbuhnya.
Menurut Dwikorita, penguatan Sistem dan pembangunan Gedung Pusat Multi Hazard Early Warning System tersebut juga merupakan bukti nyata komitmen pemerintah dalam meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. Keberadaan Gedung Multi Hazard Early Warning System di Denpasar merupakan backup dari Sistem yang ada di Kemayoran, sehingga akan otomatis mengambil alih peran jika sewaktu-waktu terjadi gangguan atau kondisi darurat
"Groundbreaking ini membuktikan kesungguhan komitmen kita (BMKG-red) untuk terus meningkatkan ketangguhan Indonesia dalam menghadapi bencana, menguatkan manajemen penanganan bencana, dan meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi dan memitigasi bencana, untuk mengurangi risiko korban jiwa, kerusakan, dan kerugian materil yang lebih besar," paparnya.
Selain itu, lanjut dia, penambahan fasilitas tersebut juga menjadi bagian dari strategi dan lompatan besar BMKG dalam transformasinya dari World Class menjadi Global Player. Keberadaan sistem dan gedung tersebut, tambahnya, menjadi tolok ukur kesungguhan dan peran penting Indonesia dalam bidang Meteorologi Klimatologi serta Geofisika.
"Informasi dan data yang disediakan tidak bersifat lokal saja, namun juga regional dan global. Saat ini, InaTEWS dipercaya utk memberikan Peringatan Dini Tsunami bagi 25 negara di sepanjang pantai Samudera Hindia dan 10 negara ASEAN. Tentunya ini akan dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan," imbuhnya.
Dwikorita menuturkan, harapannya keberadaan Pusat Multi Hazard Early Warning System tersebut mampu memberikan informasi cepat dan akurat kepada masyarakat dan stakeholder terkait berbagai ancaman bencana alam yang mengintai masyarakat Indonesia. Mulai dari gempabumi dan tsunami, cuaca ekstrem, hingga perubahan iklim.
"informasi yang diterima ini nantinya oleh masyarakat menjadi acuan dalam melakukan mitigasi dan evakuasi sebelum bencana akan terjadi. Dengan begitu dapat meminimalisir jumlah korban jiwa akibat gempabumi dan tsunami," ujarnya.
Turut hadir dalam acara groundbreaking tersebut Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Pejabat Tinggi BNPB, Direktur Pengamanan Strategis Pada Jaksa Agung Muda Intelejen Kejaksaan Agung RI, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI, Direktur Utama Pusat Pengelola Komplek Kemayoran, Tim World Bank, dan sejumlah pejabat di lingkungan BMKG. (*)