Sukses Proses Sukses Hasil_Menyambut Perhelatan Musda PGMI Kabupaten Tangerang_

Sukses Proses Sukses Hasil_Menyambut Perhelatan Musda PGMI Kabupaten Tangerang_

Smallest Font
Largest Font

Sukses Proses Sukses Hasil_Menyambut Perhelatan Musda PGMI Kabupaten Tangerang_

PORNUS, TANGERANG | Kamis besok (9 November 2023) Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Guru Madrasah Indonesia atau DPD PGMI Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, akan menyelenggarakan Musyawarah Daerah. Kegiatan ini akan diselenggarakan di MTsN 5 Tangerang di Kecamatan Pagedangan.

Musda yang digelar setiap 5 tahun 1 kali ini merupakan Musda yang IV, dengan agenda penyampaian laporan pertanggung-jawaban pengurus, pandangan atas laporan, penyusunan program kerja, dan tentu saja, pemilihan calon Ketua untuk periode berikutnya.

PGMI didirikan pada 20 April 2006, tepatnya dideklarasikan di Mesjid al-Amjad Kabupaten Tangerang oleh kurang lebih 6.000 guru madrasah. Deklarasi pendirian PGMI dihadiri oleh Kepala Kantor Kementerian Agama saat itu, H. Agus Salim, Bupati Tangerang H. Ismet Iskandar, Ketua DPRD Kabupaten Tangerang, dan Ketua MUI Kabupaten Tangerang.

Satu tahun kemudian, PGMI dideklarasikan di Provinsi Banten. Dalam deklarasi tersebut dihadiri oleh Kepala Kanwil Kemenag Banten HM. Romly, beserta seluruh Kepala Bidang di Kemenag Banten, serta Gubernur yang diwakili oleh Kepala Biro Kesra Pemprov Banten.

Satu tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 2008, PGMI dideklarasikan di tingkat nasional yang ditandai dengan diadakannya Silaturahmi Nasional yang diselenggarakan di Istana Wakil Presiden dan dibuka oleh Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla.

PGMI kini sudah tersebar di hampir seluruh provinsi serta kabupaten dan kota di Indonesia. Bahkan kepengurusannya sudah menembus hingga tingkat kecamatan. Struktur organisasi sudah terbentuk mulai tingkat pusat atau DPP, tingkat provinsi atau DPW, tingkat kabupaten dan kota atau DPD, juga tingkat kecamatan atau DPC.

Seperti halnya Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI, PGMI yang adalah organisasi tempat berhimpunnya para guru madrasah ini sudah memiliki ratusan ribu anggota. Mereka tersebar di madrasah-madrasah yang ada baik di kota hingga ke pelosok daerah.

Sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau AD ART, kepengurusan PGMI berganti secara berkala setiap 5 tahun 1 kali lewat mekanisme musyawarah. Di tingkat pusat Munas, di provinsi Muswil, di kabupaten dan kota Musda, dan di tingkat kecamatan Muscab.

Hajat 5 tahun 1 kali ini menjadi forum tertinggi untuk pengambilan keputusan pada masing-masing tingkatan. Kecuali perubahan dan atau penggantian AD ART yang menjadi kewenangan Munas, maka kebijakan strategis bisa diambil pada masing-masing tingkatan.

Namun seperti lazimnya terjadi pada organisasi-organisasi lainnya, bagian yang dianggap paling seksi dalam setiap musyawarah adalah pemilihan calon Ketua. Entah Ketua baru atau Ketua yang sudah menjabat sebelumnya. Biasanya, petahana diperkenankan untuk mencalonkan diri kembali untuk periode selanjutnya.

Dalam pencermatan saya, ketika ada fenomena orang-orang begitu bersemangat dalam merintis, mendirikan, dan meneruskan estafeta organisasi -organisasi apapun- lalu kemudian ditengah jalan mandeg, satu diantaranya karena mereka hanya fokus pada figur Ketua.

Adalah fakta ketika di masyarakat ada istilah “hangat-hangat tahi ayam” yang dimaksudkan sebagai semangat di awal namun melempem di tengah jalan, sebagai ekspresi atas fenomena tersebut. Dalam terminologi Sunda Banten dikenal dengan istilah “tukcing” akronim dari “dibentuk cicing”.

Fenomena yang hampir merata ini terjadi pada organisasi partai politik, organisasi pemuda, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan organisasi lainnya. Bahkan organisasi partai politik, hanya nampak geliatnya ketika satu tahun menjelang Pemilihan Umum.

Hal itu terjadi akibat dari anggotanya yang hanya fokus dan mementingkan figur calon Ketua dalam setiap perhelatan musyawarah. Padahal ruh dari organisasi itu adalah program kerja, yang disusun untuk mewarnai organisasi selama 5 tahun ke depan.

Tapi karena perkara program kerja dianggap kurang seksi dibanding isu pemilihan calon Ketua, maka ruh organisasi ini kerap terabaikan. Dianggap gampang dan bisa dilakukan nanti dalam forum lain seperti rapat kerja setelah perhelatan “musyawarah untuk memilih calon ketua” selesai.

Saya menganggap penting penyusunan program kerja secara global dirumuskan dan dibahas dalam setiap musyawarah dimaksud. Dengan digelarnya pada forum tersebut, ini akan menjadi tanggung-jawab Ketua terpilih yang disaksikan oleh seluruh peserta musyawarah.

Peserta musyawarah akan menjadi saksi bersama atas program yang disusun bersama dan menjadi tanggung-jawab Ketua terpilih sebagai dirijen bersama pengurus lainnya dalam melaksanakan program 5 tahun ke depan.

Dengan begitu, ada tanggung-jawab moral bagi Ketua terpilih untuk mengemban amanat peserta musyawarah. Rumusan program kerja ini kemudian dibreakdown dalam acara lain seperti rapat kerja yang digelar di lain waktu, yang secara teknis merumuskan kegiatan dalam setiap tahunnya.

Selain merumuskan program kerja, dalam musyawarah juga ada agenda laporan pertanggung-jawaban pengurus periode sebelumnya, yang kemudian ditindak-lanjuti oleh pemandangan umum dari peserta musyawarah.

Peserta berhak menerima atas laporan pertanggung-jawaban itu manakala laporan itu rasional, realistis, dan berhasil dalam melaksanakan program-program yang telah dirumuskan sejak 5 tahun lalu. Alat ukurnya adalah program kerja yang dirumuskan bersama pada musyawarah periode lalu.

Laporan pertanggung-jawaban yang diterima menunjukkan bahwa kepengurusan periode itu baik dan sukses. Karenanya, ini menjadi salah satu point plus mengapa seorang Ketua yang laporannya diterima layak untuk dipilih kembali untuk periode berikutnya.

Sebaliknya, peserta musyawarah berhak menolak laporan pertanggung-jawaban, manakala dalam penilaian mereka terdapat banyak kegagalan dalam merealisasikan program dan agenda. Menilai gagal itu dilakukan dengan cara sinkronisasi antara program kerja dengan realisasi.

Seorang Ketua yang laporan pertanggung-jawabannya ditolak oleh peserta musyawarah, menunjukkan bahwa dia tidak piawai dalam memimpin organisasi. Karenanya, ini menjadi salah satu alasan mengapa yang bersangkutan tidak layak dipilih kembali untuk periode berikutnya.

Ingat dengan BJ. Habibie yang sempat menggantikan Soeharto menjadi Presiden RI yang hanya berkuasa beberapa bulan saja. Saat itu dia digadang-gadang akan menjadi calon pemimpin RI selanjutnya. Namun dalam Sidang Istimewa MPR, laporan pertanggung-jawabannya ditolak oleh MPR.

Dia dianggap gagal dalam membawa Indonesia di tengah masa transisi. Salah satu yang paling krusial adalah lepasnya Timor Timur dari NKRI, tersebab dia melakukan referendum untuk warga Timor Timur, apakah memilih bersatu dengan NKRI atau menjadi negara tersendiri.

BJ. Habibie dinilai gagal. Karenanya laporan pertanggung-jawabannya ditolak oleh MPR. Logikanya, bila mencalonkan dan memilih seseorang yang pernah dinyatakan telah gagal, merupakan sebuah kekonyolan. Hebatnya, dia rumasa dan lapang-dada. Itulah mengapa BJ. Habibie tidak maju lagi.

Hal yang juga sangat penting diperhatikan dalam sebuah perhelatan musyawarah adalah proses berjalannya musyawarah itu sendiri. Kita kerap dihadapkan pada munculnya perselisihan, kubu-kubuan, pasca perhelatan musyawarah akibat sebagian diantara peserta merasa tidak puas, diperlakukan tidak setara, atau adanya tuduhan kecurangan.

Tak jarang, akibat dari situasi seperti itu ada yang kemudian menarik diri, tidak aktif, bahkan membentuk tandingan, dan menjadi rivalitas. Organisasi versi “perjuangan” ini muncul akibat dari proses yang dinilai tidak sesuai dengan mekanisme.

Karenanya, dalam setiap perhelatan musyawarah, bukan hanya hasil yang dianggap penting. Tetapi proses juga penting. Proses yang benar itu sesuai dengan mekanisme. Dan biasanya mekanisme itu tercantum dengan jelas dalam AD dan atau ART organisasi.

Bila tak tersua dalam AD dan ART, peserta bisa “berijtihad” merumuskan bersama dalam forum musyawarah secara adil, bijak, mengakomodir seluruh kepentingan, dan tentu saja tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi sebagai acuan. Dalam hal ini adalah AD dan ART.

Kabupaten Tangerang merupakan cikal-bakal lahirnya PGMI yang kini sudah menasional. Karenanya, kita -anggota PGMI yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang- sebagai “pewaris para pendiri” memiliki tanggung-jawab moral untuk menunjukkan eksistensi organisasi dengan baik.

Kita mesti menjadi contoh, teladan, dan rujukan bagi PGMI yang ada di kabupaten dan kota lain di Indonesia. Bahkan kita bisa lebih baik dalam menata organisasi, pun bila dibandingkan dengan provinsi, bahkan tingkat pusat.

Dan itu bisa kita tunjukkan dimulai dari hal-hal kecil. Seperti penyelenggaraan Musyawarah Daerah yang besok akan digelar. Selamat bermusyawarah. Semoga membawa kemanfaatan dan kebaikan bagi kita, bagi keluarga, bagi bangsa, bagi agama, dan khususnya bagi guru-guru madrasah.

_Dengan ungkapan syukur padaMu atas sgala karunia ya Allah, Kau embankan amanat pendidikan dalam melanjutkan perjuangan._

_Dengan ungkapan syukur padaMu atas sgala karunia ya Allah, Kau embankan amanat pendidikan dalam melanjutkan perjuangan._

_Madrasah tumpuan harapan umat, membentuk jiwa berakhlaqul karimah. Menjawab arus tantangan zaman, menjadi benteng runtuhnya moral._

_Kau ajarkan arti kehidupan melalui tuntunan keislaman. Dalam bingkai citra pendidikan tuk menggapai cita-cita mulia. Tuk menggapai cita-cita mulia_
***

Gintung, 8 November 2023
_Penulis adalah Kepala MTs Masyariqul Anwar Gintung Jayanti_

Portalnusantara.id
Daisy Floren
Daisy Floren
PORNUS Author